Senin, 30 Januari 2017

Ibrahim : Pemuda Teladan Yang Diabadikan Al Qur`an


Adik-adikku tercinta...

Bagaimana kabar kalian ?

Semoga sebagai pemuda, adik-adik semua dalam kondisi prima, sehingga bisa beraktifitas seperti biasa.


Adik-adikku semua...

Kali ini Kak Ferry ingin mengajak kalian semua untuk mengingat sosok seorang pemuda teladan sepanjang zaman.

Seorang Pemuda yang namanya terukir indah dalam lembaran sejarah karena diabadikan oleh Allah ﷻ di banyak ayat dalam Al Qur`an. Bahkan nama beliau menjadi nama salah satu Surat dalam Al Qur`an.

Lalu siapakah Dia ? 😄

Dia adalah Nabi Ibrahim -عليه السلام-


Adik-adikku semua...

Allah menyebut Ibrahim sebagai pemuda dalam surat Al Anbiyaa`  ayat 60 :

قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ

Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim".

Ayat diatas menggambarkan bagaimana keberanian seorang anak muda bernama Ibrahim yang gagah berani melakukan aksi perlawanan atas perbuatan yang tercela, melawan angkara murka, melawan kebatilan yang sangat dibenci Allah ﷻ Sang Penguasa Alam Semesta.

Ibrahim remaja, dengan begitu gagah berani, hanya seorang diri melawan tirani seorang Pemimpin Negeri,  meskipun ada resiko besar yang telah menanti.

Apa sajakah dampak dari perjuangan Ibrahim menentang kejahatan dan kedzaliman ?

1. Disidang di Depan Umum

قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ

Mereka berkata:

"(Kalau demikian) bawalah Ibrahim dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". ( Al Anbiyaa` : 61)

Tetapi sebagai Pemuda yang hanya takut kepada Rabbnya, Ibrahim dengan sigap dan tangkas menjawab semua gugatan mereka.

قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَٰذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ

Mereka bertanya: 

"Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?"( Al Anbiyaa`  : 62)

Ibrahim sang pemuda menjawab :

بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ

"Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada patung itu, jika memang mereka dapat berbicara". ( Al Anbiyaa`  : 63)

Akhirnya mereka tertunduk malu karena menyadari kebodohan mereka, karena menjadikan patung yang tak berguna menjadi Tuhan mereka.

2. Dibakar Dalam Kobaran Api

Karena kalah berdebat akhirnya mereka hanya bisa marah dan mengeluarkan jurus terakhir yaitu menjatuhkan vonis hukuman pada Ibrahim.

قَالُوا حَرِّقوهُ ...

Mereka berkata :

"Bakarlah dia..." ( Al Anbiyaa`  : 68)

Sekalipun bahaya mengancam hidupnya, Ibrahim tak pernah gentar karena Ia yakin Allah ﷻ selalu bersamanya.

Dan benarlah, Allah ﷻ menolong kekasih-Nya, yaitu seorang Pemuda yang luar biasa dengan menginstruksikan kepada Api agar menjadi dingin.

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah (engkau) bagi Ibrahim". ( Al Anbiyaa` : 69)

Akhirnya Ibrahim selamat, karena kobaran api yang panas menyala tidak mampu membakar tubuhnya. Karena api pun tunduk pada perintah Allah ﷻ Yang Maha Kuasa.


Adik-adikku semua...

Itulah cuplikan keberanian seorang Pemuda bernama Ibrahim.

Maka kalian pun sebagai generasi muda harapan bangsa harus berani menyuarakan kebenaran dan menentang kedzaliman. Yakinlah bahwa Allah ﷻ akan senantiasa bersama para pejuang dijalan-Nya.


Yang Mencintai Kalian

Kak Bagus Ferry Setiawan

Jumat, 27 Januari 2017

Mendambakan Al Qur’an Sebagai Kenikmatan Seperti Kita Mendambakan Harta


“Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan: seseorang yang diberi Al-Qur’an oleh Allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allahlalu ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.”(Muttafaqun ‘alaih)

Melihat orang yang hartanya berlimpah tentu membuat kita pun mendambakannya. Hal itu lumrah dan fitrah, tetapi juga sekaligus menjadi fitnah bagi manusia. Tetapi percayalah bahwa keimanan yang baik tidak saja menjadikan manusia memimpikan kepemilikan harta dunia tetapi juga memimpikan dan menginginkan akhirat. 

Dengan iman, ketika kita melihat orang lain yang memiliki kelebihan dalam urusan akhiratnya, misalnya ia sangat baik interaksinya dengan Al Qur’an, hafalannya banyak, rajin beribadah, serta banyak kontribusinya dalam aktifitas dakwah, maka kita pun sangat mendambakannya. 

Itulah yang disebut ghibthah, yaitu menginginkan kenikmatan yang ada pada orang lain tanpa membenci dan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut.

Berikut ini beberapa perasaan yang harus menjadi pertanyaan dan perhatian kita:

1. Adakah perasaan iri (ghibthah) dalam diri kita ketika melihat saudara kita memiliki kemampuan berinteraksi dengan Al Qur’an yang lebih baik? Ataukah hanya iri dan menginginkan sesuatu yang hanya terkait dengan harta yang dimiliki saudara kita, tetapi untuk Al Qur’an hati kita adem ayem saja ? Jika demikian kondisinya, maka itu adalah bukti lemahnya syu’ur Qur’ani (perasaan ingin membangkitkan diri dengan Al Qur’an) dalam diri kita.

Para salafush shalih dahulu, selalu berkompetisi dalam hal interaksi dengan Al Qur’an dan hal-hal yang bersifat ukhrawi. 

Telah menjadi tabiat dan karakter dasar manusia untuk senang berkompetisi, dan jika tidak diarahkan, maka kompetisi tersebut akan cenderung kepada hal-hal yang bersifat duniawi seperti harta, jabatan dan lawan jenis.

2. Rasulullah ﷺ dalam sabdanya menjanjikan bahwa setiap orang beriman yang bersahabat dengan Al Qur’an dijamin akan mendapat syafa’at dari Al Qur’an : “Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang dahulu bersahabat dengannya.”(HR. Muslim).

Tanyakan pada diri kita masing-masing, sudahkan kita menjadi sahabat Al Qur’an ? Benarkah di akhirat nanti kita berharap akan mendapat syafa’at dari Al Qur’an ? Alangkah sengsaranya kita bila di akhirat tanpa syafa’at, karena “…Tidak ada yang dapat memberi syafa’at kecuali atas seizin Allah…” (QS Al-Baqarah : 255)

3. Kualitas iman kita diukur dengan sejauh mana kualitas dan kuantitas interaksi kita dengan Al Qur’an. Apakah kita masih bersikap masa bodoh dan tidak merasa sedih jika dalam sebulan tidak mengkhatamkan Al Qur’an ? Adakah perasaan sedih dalam hati jika kita tidak punya hafalan ayat-ayat Al Qur’an ? Sedihkah kita karena awam atau buta sama sekali dengan kandungan dan makna Al Qur’an ? Jika belum, maka dikhawatirkan kitalah yang disebut Rasulullah menjadi orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai mahjuuran. Allah berfirman :
“Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang diabaikan.’ ”. (QS Al-Furqan : 30)

4. Pernahkah kita menghitung tentang berapa banyak informasi tentang hal-hal yang bersifat duniawi yang ada di kepala kita dibandingkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Al Qur’an ? Jika pengetahuan kita tentang Al Qur’an lebih banyak maka bersyukurlah, jika tidak maka segera bertaubatlah kepada Allah ﷻ dan segera upayakan untuk kembali kepada Al Qur’an agar kita tidak dikecam oleh Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman :
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.” (QS. Ar-Ruum : 7)

5. Sabda Rasulullah ﷺ :
“Barangsiapa yang belajar Al Qur’an dan mengamalkannya akan diberikan kepada orang tuanya pada hari kiamat mahkota yang cahanya lebih indah daripada cahaya matahari. Kedua orang tua itu akan berkata, ‘Mengapa kami diberi ini?’ Maka dijawab, ‘Karena anakmu yang telah mempelajari Al Qur’an’". (HR Abu Dawud, Ahmad & Al Hakim)

Tidakkah hadits tersebut menggugah kita sebagai orang tua untuk memberi perhatian yang lebih pada anak dalam hal pendidikan Al Qur’annya ? Bagaimana mungkin seorang anak dapat mencintai Allah ﷻ kalau tidak dapat menikmati shalat dengan baik ? Bagaimana mungkin dapat shalat dengan baik kalau kemampuannya dalam berinteraksi dengan Al Qur’an, khususnya hafalan, lemah dan terbatas ? 

Jangan sampai kita hanya kecewa bila anak tak mampu berbahasa Inggris atau menggunakan komputer, tetapi santai saja terhadap keterbatasannya dalam masalah yang terkait dengan Al Qur’an.

Isi Al Qur’an sesungguhnya menjelaskan bagaimana semua urusan dunia itu bisa mengantarkan manusia kepada suksesnya urusan akhirat. 

Kita memang tidak ingin menjadi orang yang dekat dengan Al Qur’an hanya terbatas pada huruf-hurufnya saja, akan tetapi jauh dari dari ruh Al-Qur’an itu sendiri. Kita ingin menjadi hamba yang utuh interaksinya dengan Al Qur`an, Insya Allah.

Rabu, 25 Januari 2017

Siap Bekerja Keras dan Berlama-lama Bersama Al Qur`an


Sahabat Nabi yang mulia Hudzaifah Ibnul Yaman menceritakan pengalamannya bersama Rasululullah ﷺ : ‘Pada suatu malam aku shalat bersama Rasulullah mulai dengan membaca surah Al-Baqarah. Hatiku berkata, ‘beliau akan ruku’ pada ayat ke-100′. Namun kemudian beliau melanjutkannya. Hatiku berkata lagi ‘barangkali beliau akan menghabiskan satu surah kemudian ruku’. Ternyata beliau melanjutkannya dengan menghabiskan surah An-Nisa. Begitulah perasaanku selalu berkata. Ternyata beliau melanjutkannya dengan surah Ali ‘Imran. Tiga surah di atas (yang hampir sama dengan 5,5 juz) dibacanya dengan tartil. Jika membaca ayat yang terdapat perintah tasbih beliau bertasbih. Jika membaca ayat yang memerintahkan untuk berdoa beliau berdoa. Begitu juga jika ayatnya memerintahkan untuk meminta perlindungan, Rasulullah berdoa meminta perlindungan. Kemudian belia ruku’, dan ternyata panjang ruku’nya hampir sama dengan lama berdirinya. Begitu juga saat i’tidal dan sujud.” (HR. Muslim)
Bagaimana perasaan kita pada saat membaca hadits ini? Apakah kita terobsesi untuk mencobanya walaupun sekali seumur hidup? Atau kita menganggap hadits ini sekedar sekilas info saja dan kita merasa tidak mungkin untuk bisa melakukannya ? Padahal Allah ﷻ telah memberikan kita berbagai macam daya dukung lahir dan batin. Al Qur’an dan As-Sunnah lah yang dapat menjadikan kita mampu melaksanakannya.
Nilai tarbiyah yang terkandung di dalam kisah tersebut:
1. Jika belum tergugah untuk melaksanakannya, berkomitmenlah untuk melaksanakannya walaupun  hanya sekali seumur hidup. Tabiat orang shalih adalah selalu ingin segera melaksanakan amal shalih, apalagi jika amal tersebut belum pernah dilaksanakan sebelumnya.

2. Kekuatan dan keteguhan Rasulullah ﷺ dan para Shahabat dalam berda’wah dan berjihad serta memberikan kontribusi untuk Islam dan umatnya sangat ditentukan oleh kekuatan dan keteguhan dalam beribadah kepada Allah ﷻ dan beramal shalih dengan semua cabangnya.

Untuk dapat mencintai dan berinteraksi dengan Al Qur’an diperlukan mujahadah sebagai berikut :
1. Banyak beribadah, khususnya shalat. 
Al Qur’an adalah Kalamullah (wahyu Allah) sehingga jiwa yang tidak dekat dengan Allah ﷻ tidak akan sejalan dan menyatu dengan ruh Al Qur’an. Shalat menjadikan manusia terputus dari dunia luar dan hanya berkonsentrasi dengan bermunajat kepada Allah saja, tentu ini akan memudahkan kita untuk mengerti ayat-ayat Allah ﷻ baik di dalam maupun luar shalat. Jika ada seseorang yang banyak beribadah tetapi tidak memiliki kecintaan standar dengan Al Qur’an maka perlu evaluasi terhadap kondisi ibadah orang tersebut dari segi legalitas syar’inya, keikhlasannya, dan pengetahuan tentang ibadah yang dilakukannya. Beribadah dan berinteraksi dengan Al Qur’an adalah satu paket aktivitas yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai kondisi seperti ini, perlu mujahadah atau kesungguhan.

2. Memperbanyak Tilawah

Dari hadits tadi, kita ketahui bahwa Rasulullah ﷺ tilawah dalam sholatnya sebanyak 5 ¼ juz. Bila 1 juz butuh 40 menit, artinya butuh waktu sekitar 3,5 jam. Aktivitas seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang tidak terbiasa memperbanyak tilawah Al-Qur’an. Kalau ingin seperti Rasulullah ﷺ, perlu pemanasan, misalnya membiasakan diri shalat malam, berkomitmen untuk tilawah 1 juz per hari, memperbanyak khatam Al Qur’an, banyak berdzikir kepada Allah ﷻ, banyak membaca kehidupan salafush shalih dalam beribadah dan lainnya.

3. Bergaul dengan orang-orang yang mencintai Al Qur’an.

Bila sesuatu dilakukan beramai-ramai atau secara berjama'ah, tentu akan timbul semangat yang tidak akan didapatkan bila melaksanakannya secara sendirian. Bahkan Hudzaifah pun mungkin tak dapat berlama-lama jika harus melaksanakan shalat malam sepanjang itu sendirian. Hudzaifah mampu melaksanakan sholat selama itu, salah satu sebab utamanya adalah karena beliau sedang bersama Rasulullah ﷺ.

Senin, 23 Januari 2017

Menjawab Segera Waswas Syaithan Saat Berinteraksi Dengan Al Qur`an


"Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk".(QS. An-Nahl : 98)

Dari kesimpulan penafsiran Imam Ibnul Qayyim terhadap ayat di atas, dinyatakan bahwa tak ada pekerjaan manusia yang akan mendapat gangguan syaitan yang lebih besar dan dahsyat daripada kegiatan bersama Al Quran. Godaan itu antara lain:

1.Waswas Syaithan bagi Para Pengajar Al-Qur`an.

Maksudnya adalah Syaithan berbisik “berhentilah mengajar Al Qur’an karena kegiatan itu tidak menjanjikan kekayaan, melainkan hidup dalam kemiskinan!”.
Seakan-akan bahwa dengan mengajarkan Al Qur’an, maka manusia akan menjadi miskin dan jika meninggalkannya akan menjadi kaya. Bila setiap pengajar tunduk dan terprovokasi oleh bisikan tersebut, akan hancurlah umat ini karena semakin sedikit generasi berikutnya yang mampu membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.

Untuk mengatasinya, yakinilah bahwa pemberi rezeki yang sesungguhnya hanya Allah ﷻ, bukan manusia. Kemudian berpikirlah untuk mencari usaha yang halal, tanpa harus meninggalkan tugas mengajarkan Al Qur’an. Perlu dijaga kesinergian antara dua hal tersebut karena sama pentingnya di sisi Allah ﷻ , dan jika dipadukan insya Allah akan memberikan keberkahan.

2.Waswas Syaithan bagi Para Pembaca Al Qur’an.

Godaannya adalah dengan menunda-nunda bagian juz yang harus dibaca pada sebuah masa tertentu. Walaupun sudah mulai membaca, timbul perasaan sudah terlalu lama bersama Al Qur’an atau tiba-tiba tidak dapat berkonsentrasi, atau harus segera menyelesaikan tugas-tugas yang lain.
Demikian pula waswas seakan-akan tidak ada waktu untuk tilawah Al Qur’an.

Sebagai solusinya, carilah jawaban untuk melawan berbagai bisikan itu dari dalam diri kita sendiri. Contohnya:

a. Kita kecam diri sendiri, dengan mengatakan “mengapa untuk kegiatan yang lain tersedia waktu yang cukup, sedangkan untuk bertilawah Al Qur’an tidak ada waktu?” . 

Persoalan sesungguhnya sebenarnya bukanlah ada tidaknya waktu, tetapi adakah kemauan dari dalam diri kita untuk menyempatkannya atau tidak?

b. Bila tak mampu berkonsentrasi, berhentilah sejenak, tanyakan pada diri kita: “Sudah berapa lamakah kita ber-tilawah? Sudahkah kita merasa dinasehati oleh Allah dengan apa yang kita baca?” 

Jika belum, mulailah dengan konsentrasi baru dan merasakan bahwa ayat-ayat Al Qur’an sebagai pesan langsung dari Allah ﷻ kepada kita yang harus dihayati, dan jika tidak melakukannya maka kita akan rugi besar. Sekian tahun rajin membaca Al-Qur’an tetapi selama itu pula kita belum merasakan ruh dan nikmatnya Al Qur’an.

3 .Waswas Syaithan bagi Penghafal Al Qur’an.

Godaannya adalah Syaithan membisikkan bahwa aktivitas menghafal Al Qur’an ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Timbul rasa pesimis dalam menghafal.

Sebetulnya hanya satu keinginan Syaithan : “Berhentilah saat ini juga untuk menghafal Al Qur’an!” .

Sebagai solusinya, antara lain adalah :

a. Kita tanyakan pada diri sendiri: “Apa motivasi yang terngiang saat dahulu mulai menghafal?” 

Beberapa motivasi yang mungkin menjadi jawaban antara lain:

1. Ingin membersihkan kehidupan masa lalu yang kotor dan kelam penuh maksiat, kegiatan menghafal Al Qur’an menjadi bentuk taubatan nasuha kepada Allah ﷻ

2. Ingin mendalami agama Islam lebih jauh, sesuai ungkapan salafush shalih kita : “Tidaklah seseorang itu disebut orang yang berilmu ('Alim) kecuali jika ia telah hafal Al Qur’an.”

3. Ingin memanfaatkan masa remaja yang produktif dengan kegiatan yang dapat dikenang saat dewasa.

b. Segeralah bergaul dengan orang-orang yang sedang menghafal Al-Qur’an, agar tidak merasa sendiri dalam ber-mujahadah dan bersabar dengan Al Qur’an, juga agar kita mengetahui bahwa begitu banyak orang yang lebih bersemangat dan tahan banting.

4.Waswas Syaithan bagi orang yang memahami Al Qur’an.

Godaannya adalah berpindah-pindah kegiatan. Saat membaca tafsir malah ingin tilawah dan demikian pula sebaliknya. Lalu menyepelekan kegiatan yang satu karena larut dalam kegiatan yang lain, misal meremehkan orang yang menghafal karena sedang mempelajari sebuah tafsir dan meyakini bahwa hanya dengan mempelajari tafsirlah metode interaksi yang paling baik dengan Al Qur’an.

Beberapa solusinya antara lain :

a. Sadarilah bahwa hakikat interaksi dengan Al Qur’an mencakup membaca, menghafal dan memahami, berniatlah membaca dan menghafal saat memahami Al Qur’an. Jangan remehkan orang yang membaca dan menghafal saat kita memahami Al Qur’an karena setiap kegiatan ada fadhillah atau keutamaannya masing-masing.

b. Sadarilah bahwa hakikat berinteraksi dengan Al Qur’an adalah harus memiliki waktu-waktu yang terbagi secara baku.

Misalnya dalam satu pekan setiap hari tilawah, setiap tiga hari sekali membaca tafsir dan sehari sepekan menghafal. Jika hal ini bisa istiqamah, niscaya akan dirasakan perkembangannya dari segi wawasan, keimanan, pemikiran dan mentalitas. Pasti akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan kegiatan berinteraksi dengan Al-Qur’an dalam bentuk membacanya saja.

Gapai Kesuksesan Dengan Mengingat Kematian



Adik-adikku tercinta...

Bagaimana kabar kalian ?

Semoga sebagai pemuda, semua dalam kondisi prima, sehingga bisa beraktifitas seperti biasa.


Adik-adikku semua...

Ketahuilah bahwa kehidupan kita di dunia, tidak akan berlangsung selamanya. Semua yang bernama manusia cepat atau lambat akan menemui kematiannya.

Suka atau tidak suka, kematian itu pasti akan datang menghampiri kita. Ia akan datang mengakhiri semua langkah dan mimpi-mimpi kita. Merubah setiap rencana dan mimpi indah.

Mereka yang menyadari hal ini dengan baik, adalah orang yang cerdas. Hal ini telah ditegaskan oleh Baginda Nabi ﷺ dalam sabdanya :

أَفْضَلُ المُؤْمِنِينَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ أَكْيَسُهُمْ أَكْثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكْرًا وَ أَحْسَنُهُم لَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاس

“mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah orang-orang cerdas"  (Hadits Riwayat Imam At-Tirmidzi)

Dari hadits diatas kita bisa mengambil banyak pelajaran, diantaranya adalah :

📌 Akhlak dan budi pekerti yang mulia adalah sebuah amal sholih yang besar pahalanya. Bahkan kualitas kita dimata Allah dan Rasul-Nya diukur dari seberapa baik akhlak kita.

📌 Orang yang cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian, dan sibuk menyiapkan bekal untuk menghadapinya

Oleh karena itu, teruslah bersemangat untuk Belajar dan meraih kesuksesan di dunia, tetapi tetap diimbangi dengan kesadaran penuh bahwa kita adalah seorang hamba yang harus siap saat dipanggil oleh Allah yang menciptakan kita.

Kesadaran inilah yang akan mengantarkan kita pada keberhasilan dan kesuksesan yang sebenarnya.

Semoga Kita semua menjadi manusia yang sukes saat di dunia, dan menjadi hamba yang berbahagia dalam keabadian surga-Nya. Amin.


Yang Mencintai Kalian

Bagus Ferry Setiawan

Rabu, 18 Januari 2017

Manfaatkan Waktumu Kesuksesan Menjadi Milikmu





Adik-adikku tercinta...

Bagaimana kabar kalian ?

Semoga semua dalam kondisi sehat dan prima, sehingga bisa beraktifitas seperti biasanya.


Adik-adikku semua...

Sebagai manusia, kita diberikan waktu yang sama oleh Yang Maha Kuasa. Dua puluh empat (24) jam dalam sehari semalam adalah pemberian yang amat mahal dari-Nya.

Mereka yang sukses adalah yang mampu mengelola pemberian itu dengan sebaik-baiknya. Mereka yang sukses adalah yang mampu memanfaatkannya untuk kebaikan dunia & akhiratnya.

Sebaliknya, mereka yang tidak mampu mengelola anugerah itu dengan sebaik-baiknya adalah mereka yang akan merugi dan menderita. Merugi saat di dunia dan akan menyesal saat harus bertemu dengan Sang Pencipta.

Allah ﷻ sudah mewanti-wanti hal ini dalam firman-Nya :

وَالْعَصْرِ

Demi masa.

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian

*( Surat Al-'Ashr : 1-2)


Adik-adikku Tercinta ...

Agar kita mampu memanfaatkan waktu yang amat mahal ini, dan agar tiada penyesalan di akhir nanti maka Kakak berpesan :

✅ Mulailah membuat Peta Kehidupanmu.

Buatlah target-target dalam alur hidupmu, baik target jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek. Tuliskan dan dokumentasikanlah peta hidupmu itu. Letakkanlah ditempat yang mudah di salah satu sudut kamarmu.

✅ Buatlah Jadwal Harian.

Untuk mencapai target-target dalam peta hidupmu dibutuhkan langkah-langkah kecil untuk mencapainya. Tuliskanlah langkah-langkah itu dalam sebuah Jadwal Harian. Bawalah jadwal itu dalam saku bajumu. Mereka yang tidak memiliki jadwal harian berpeluang besar untuk menyesal dimasa depan.

✅ Klasifikasikanlah Kewajiban Harianmu.

Agar seimbang, dan kesuksesan kita bersifat paripurna maka klasifikasikanlah jadwal / kewajiban harianmu. Misalnya :

   📌. Kewajiban sebagai Hamba Allah

   📌. Kewajiban sebagai Pelajar / Mahasiswa.

   📌. Kewajiban sebagai anak . dan seterusnya.

✅ Berdolah Kepada Yang Maha Kuasa

Libatkanlah Allah dalam merealisasikan peta hidupmu. Yakinlah saat memohon kepada-Nya , karena Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Semoga Kita semua menjadi manusia yang sukes saat di dunia, dan menjadi hamba yang berbahagia dalam keabadian surga-Nya. Amin.


Yang Mencintai Kalian

Bagus Ferry Setiawan

Jumat, 13 Januari 2017

Belajar Dari Mukmin Yang Tinggi Semangat Jihadnya

   



"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah : 111)

Umumnya ayat tersebut sering dibahas berkaitan dengan motivasi berjihad di jalan Allah. Namun kali ini marilah kita memahaminya dari sisi yang lain. Bahwa ayat diatas menggambarkan keyakinan yang begitu dalam yang ada pada diri orang-orang yang beriman terhadap nikmat dan keindahan surga. Keyakinan yang amat kuat dan mendalam itulah yang akan memotivasi siapapun untuk bersusah payah dalam berjihad demi keyakinannya terhadap surga yang telah dijanjikan Allah 
Beberapa mujahid yang keyakinannya terhadap surga begitu tinggi antara lain:
  • Abu Thalhah radhiyallahu 'anhu, walaupun beliau berusia 90 tahun tetap memacu dirinya untuk turut serta dalam jihad.
  • ‘Umair bin Al-Humam radhiyallahu 'anhu, yang segera menghentikan makannya karena tidak sabar ingin berjihad pada perang Badar.
  • Hanzhalah radhiyallahu 'anhu, yang segera bergegas berangkat berjihad sehingga lupa mandi junub, lalu ketika para sahabat melihat ada tetesan air keluar dari telinga jasadnya yang mulia, Rasulullah  menjelaskan bahwa jenazahnya telah dimandikan oleh para malaikat.
lalu dari manakah semangat juang luar biasa ini ? Semangat itu berasal dari kerinduan terhadap surga yang dijanjikan oleh Allah ﷻ.
Jika saat ini kita telah dikaruniai oleh Allah kedekatan dengan Al Qur`an, apakah dalam bentuk membaca, menghafal, mengajarkannya, mengkajinya dan berbagai bentuk lainnya, maka tantangannya adalah bagaimana kita bisa bertahan dalam karunia Allah itu dalam kurun waktu yang panjang, bahkan sampai akhir hayat ? Jawabannya adalah kembali kepada harapan apa yang selalu kita rindukan dari Allah .
Bila saat ini kita aktif dalam kegiatan berinteraksi dengan Al Qur`an, tanyakan pada diri kita masing-masing: keyakinan apakah yang sesungguhnya melatarbelakangi kegiatan ini sehingga harus dipertahankan sedemikian rupa? Jika belum ada, kita harus segera mencarinya. 
Berikut ini adalah beberapa contoh keyakinan yang melatarbelakangi bersama Al Qur`an.

  • Keyakinan sebagian orang yang sudah lanjut usia, atau mereka yang hidup di kampung, jauh dari pengaruh ghazwul fikr dalam hidup dengan Al Qur`an. Biasanya hal tersebut berasal dari keyakinan mereka akan balasan pahala dan keutamaan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada orang yang mendekatkan diri kepada Allah melalui Al Qur`an.
  • Keyakinan para orientalis barat dalam mempelajari Al-Qur’an. Jika mereka menguasai semua literatur Islam, mereka yakin akan lebih leluasa untuk memutarbalikkan nilai-nilai Islam dari nash-nash sesungguhnya, sehingga mereka bisa mengalahkan, menugasai dan menjajah umat Islam dalam kurun waktu yang lama.
  • Keyakinan para Qori’ dalam meraih kejuaraan MTQ.

Berbekal keyakinan itulah, mereka begitu sabar dalam meraih apa yang mereka inginkan. Tantangannya adalah bagaimana menumbuhkan sebuah keyakinan yang dapat menghasilkan energi sekuat yang dimiliki oleh orang-orang tersebut di atas.
Ada sebuah realita pada sebuah komunitas yang paham tentang pentingnya Al Qur`an dalam proses aktivitas da’wah dan tarbiyah, bahkan terlibat aktif di dalamnya, namun minim dan lemah semangat dan keyakinannya dalam meraih kemampuan berinteraksi dengan Al Qur`an. Bagi kelompok ini, baru menghafal juz 30 saja masih dirasakan sebagai beban yang nyaris tidak bisa dilaksanakan . Jika demikian halnya, lalu bagaimana dengan tantangan dakwah yang jauh lebih berat dan lebih besar daripada itu ? Semoga Allah ﷻ senantiasa menunjukkan jalan yang Ia ridhai untuk kita semua. 
Analisa dari fenomena tersebut adalah:
  • Belum terbentuk suatu sistem kehidupan yang secara otomatis mendorong seseorang untuk melakukan apa yang diyakininya. Dalam proses tarbawi dan da’awi, seorang yang belum hafal 30 juz belum merasa ada yang kurang. Demikian pula kemampuan berinteraksi dengan Al-Qur’an belum menjadi sesuatu yang sangat didambakan dalam kehidupannya.
  • Belum ada penghargaan yang tinggi dari masyarakat terhadap orang yang lebih menguasai dan memiliki kemampuan ilmu tentang Al Qur`an,  sehingga muncul suatu kesan “untuk apa bersusah payah berkecimpung di bidang Al Qur`an jika masyarakat belum mengerti urgensinya ?”

Masyarakat sekarang lebih menghargai penceramah yang hanya bermodal keberanian berbicara dan popularitas, dibandingkan dengan guru Al Qur`an yang memiliki kekayaan pengetahuan tentang ayat-ayat Al-Qur’an.

Lemahnya motivasi untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an dan minimnya keyakinan terhadap fadhillah atau keutamaannya adalah penghambat perkembangan pendidikan Al Qur`an. Maka menjadi tugas kitalah untuk mengubah kedua fenomena tersebut, agar masyarakat menjadi lebih dekat dengan Al-Qur’an dan memahaminya dengan baik.

Rabu, 11 Januari 2017

Sudahkah Kita Memiliki Iman Yang Cukup Untuk Berinteraksi Dengan Al Qur`an ?




Apapun bentuk interaksi kita dengan Al Qur`an membutuhkan modal utama berupa iman yang kuat kepada Allah ﷻ. Sebaliknya, kedekatan kita dengan Al Qur`an merupakan indikator keimanan yang baik.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal".(Al Anfaal : 2)
Untuk merintis peningkatan keimanan, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh sebagai berikut :
  1. Mulailah belajar tentang Islam.
    Sadarilah bahwa Islam adalah agama pengetahuan. Belajar tentang Islam bagi orang beriman jangan pernah berhenti dan merasa selesai. Hal ini mengingat luasnya ilmu Islam itu sendiri dan beragamnya amal shalih yang harus kita lakukan, padahal setiap amal memerlukan ilmu dan iman tersendiri.
  2. Apalah arti ilmu jika tidak menghasilkan amal ?
    Artinya perlu mengamalkan ilmu yang telah dipelajari agar iman selalu meningkat. Di balik peningkatan iman akan tumbuh rasa ingin lebih dekat dengan Al Qur`an.
  3. Mulailah dari amal shalih yang paling utama, yaitu shalat lima waktu. Jika belum sanggup melakukannya, pelajarilah kembali Islam dan berdoalah kepada Allah ﷻ agar dibukakan pintu hidayah untuk dapat melaksanakan shalat lima waktu dengan rutin. Bila sudah mampu, tingkatkan kualitasnya dengan berjamaah di masjid. Setelah mampu, tingkatkan kualitasnya dengan berusaha khusyu’.
  4. Setelah mampu shalat berjamaah di masjid dengan khusyu’, berusahalah untuk melaksanakan shalat dua rakaat sebelum dan sesudah shalat wajib (yaitu qabliyah dan ba’diyah). Tentu perlu dipelajari, pada shalat wajib mana kita tidak boleh melakukan shalat sunnah ba’diyah (yaitu Ashar dan Shubuh), serta mana yang muakkadah (yang sangat dianjurkan) dan mana yang bukan (karena tidak rutin dilaksanakan Rasulullah ﷺ).
  5. Pada tahap ini, bangunlah iman lebih tinggi dengan mulai mencoba shalat sunnah di waktu malam (tahajjud/qiyamullail). Bacalah hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan shalat tahajjud agar kita lebih termotivasi. Jangan pernah mengatakan tidak mampu. Rayulah diri dengan memulainya dari hal yang sekecil-kecilnya, misalnya diawali dari sebulan sekali, lalu dua kali, tiga kali dan seterusnya.
  6. Peningkatan iman berikutnya adalah dengan melaksanakan ibadah-ibadah yang qauliyah (yang diucapkan). Dapat berupa istighfar seratus kali sehari, membaca Al-Ma’tsurat (dzikir pagi dan petang yang dicontohkan Rasulullah ﷺ), membaca tasbih, tahmid, tahlil dan lain sebagainya yang mengacu kepada Kitab Hadits berisi doa dan dzikir Rasulullah ﷺ.
  7. Keimanan kepada Allah juga dapat ditingkatkan dengan melakukan berbagai amal kontributif, seperti infaq di jalan Allah, untuk fakir miskin, mengikuti dan mendukung kegiatan pembelaan atau penyebaran agama Islam dan lain-lainnya.
Kesucian jiwa merupakan modal mutlak dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Artinya perlu mengevaluasi diri sendiri.
Apakah kita tidak tertarik untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an karena kondisi jiwa kita yang tidak cukup bersih untuk berdekatan dengan kitab sesuci Al-Qur’an? 

Jika jawabannya ya, tidak ada jalan lain kecuali bersegera untuk bertaubat kepada Allah, banyak berdzikir dan berdoa hanya kepada-Nya.

Manfaatkanlah Masa Mudamu !!!




Adik-adikku semua ... Apa Kabar semuanya ? 😄

Kakak doakan semoga Kalian senantiasa dalam kondisi terbaik, sehingga mampu melaksanakan berbagai aktifitas harian dengan maksimal dan optimal.


Adik-adikku semua...

Manusia dalam alur  hidupnya pasti akan melalui tiga fase dalam kehidupannya. Ketiga fase kehidupan itu adalah :

Lemah ----> Kuat -----> Lemah

Hal ini sudah Allah tegaskan dalam Firman-Nya :


اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ


"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban."  (Surat Ar-Ruum : 54)


Nah... Ketahuilah adik-adik sekalian, bahwa saat ini kalian berada dalam fase Yang Kedua.

Kalian saat ini berada dalam fase hidup yang penuh kekuatan dan vitalitas. Saat ini kalian bukan lagi anak kecil yang hanya bisa merengek atau menangis saat meminta sesuatu, dan bukan pula orang tua yang sudah tua lagi pikun yang senantiasa harus dibantu untuk melakukan ini dan itu.

Sadarilah kalian adalah para Pemuda yang memiliki energi yang luar biasa, yang mampu menggoncangkan dunia .. !!!

Begitu luar biasanya potensi pemuda sampai-sampai Bung Karno Presiden Pertama Republik Indonesia dalam pidato perdananya pernah berkata :

"... berikan aku 10 pemuda niscaya akan aku kuguncangkan dunia"

Karena potensi dan energi kalian yang luar biasa itulah, kalian pun menjadi sasaran orang-orang jahat untuk menghancurkan bangsa kita.

Karena mereka orang-orang jahat itu sadar betul bahwa di dalam setiap kebangkitan  pemuda adalah pilar kekuatannya. Sehingga siang dan malam mereka tak hentinya-hentinya menyusun strategi untuk merusak para pemuda.

Oleh karena itu Kakak berpesan :

  • Sibukkanlah diri kalian dengan hal-hal yang bermanfaat. Karena saat kalian tidak tersibukkan dengan kebaikan niscaya kalian akan terseret kedalam arus keburukan.



  • Belajarlah bersungguh-sungguh agar tiada penyesalan di masa depan. Sungguh masa muda ini takkan pernah terulang untuk kedua kali.



  • Agar kalian kuat menghadapi arus keburukan, maka pilihlah teman-teman yang mencintai kebaikan. Karena dengan kebersamaan, potensi kita akan menjadi terkuatkan dan terarahkan.


Semoga adik-adik sekalian menjadi orang yang pandai memanfaatkan masa muda.

Dan yakinlah bahwa kalian adalah generasi baru yang menjadi harapan bangsa.


Yang Mencintai Kalian

Kak Bagus Ferry Setiawan

Mensyukuri Kesempatan Belajar






Adik-adikku semua ... Apa Kabar semuanya ? 😄

Kakak yakin kalian amat berbahagia, karena hari ini adalah lembaran baru dalam kehidupan kalian semua 😍.

Adik-adikku semua ....

Di hari pertama dimulainya kegiatan belajar di sekolah ini, Kakak ingin mengajak kalian untuk merenungi satu hal saja ... Yup... satu hal saja ☺

sadarilah bahwa tidak semua putra-putri indonesia diberi kesempatan belajar seperti kalian

Oleh karena itu ... Bersyukurlah kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa atas nikmat ini.

Belajar adalah proses seseorang meraih Ilmu Pengetahuan. Dan Ilmu yang dimiliki oleh seseorang adalah salah satu bentuk rizqi. Ilmu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Esa.

Ketika kita mampu merespon anugerah ini dengan penuh rasa syukur, niscaya Allah akan menambah apa yang sudah ada. Ini adalah janji yang pasti dari Allah Yang Kuasa :

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu..."

Bila Allah sudah menambah Nikmatnya berupa Ilmu Pengetahuan dan berbagai nikmat lainnya, bukan tidak mungkin Allah akan pilih kita menjadi generasi yang akan memimpin Indonesia. Menjadi generasi baru yang dinanti oleh masyarakat di negeri yang kita cintai ini.

Semoga kita mampu menjadi hamba yang pandai bersyukur atas semua anugerah yang telah Allah berikan kepada kita semua. Amin.


 Yang Mencintai Kalian

Kak Bagus Ferry Setiawan

Selasa, 10 Januari 2017

Membangun Kemampuan Berinteraksi Dengan Al Quran


“Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(Q.S. Al Baqarah :121)
Kita sering mengeluh mengenai Al Qur`an. Tak punya waktu untuk tilawah, tak lagi cukup muda untuk memulai tahfidz (menghafal), dan tak mampu tadabbur karena tak paham bahasa arab. Jika kita kurang berinteraksi dengan Al Qur`an, akan lahir para intelektual yang hanya kaya ilmu tapi tanpa ruh. Ilmu yang tanpa ruh akan kehilangan fungsi utamanya. Fungsi utama ilmu adalah untuk mengantarkan manusia mengenal (ma’rifah) kepada Allah ﷻ.
Menurut Al Ustadz Sayyid Quthb -rahimahullah-, berinteraksi dengan Al Qur`an perlu disertai dengan aktivitas:
  1. Rajin membacanya.
  2. Rajin mengkaji isi dan ilmu-ilmunya.
  3. Hidup dalam kondisi di mana aktivitas, upaya, sikap, perhatian dan pertarungan sebagaimana kondisi di mana pertama kali Al Qur`an diturunkan.
  4. Hidup bersama Al Qur`an dengan sepnuh hati dan berkeinginan untuk melawan tradisi jahiliyah yang saat ini menyelimuti seluruh sendi kehidupan umat manusia.
  5. Membangun nilai-nilai Al Qur`an di dalam masyarakat dan seluruh umat manusia.
  6. Siap menghadapi dan memberantas segala macam pemikiran jahiliyah serta seluruh tradisinya di dalam realitas kehidupan.
Adapun pertanyaan yang dapat menjadi bahan evaluasi kualitas interaksi dengan Al Qur`an adalah :
  1. Sudahkah kita beriman terhadap kebenaran Al Qur`an, janji-janji yang ada di dalamnya, berbagai keutamaan yang dijanjikan Rasulullah ﷺ bagi orang yang rajin berinteraksi dengannya ?
  2. Sudahkah kita mampu membacanya ?
  3. Mampukah kita membacanya dengan baik sesuai dengan keaslian bacaan Al Qur`an ?
  4. Sudahkah kita membacanya secara rutin setiap hari ? Kalau kita rajin dan konsisten membaca 1 juz per hari, artinya dalam setahun minimal 12 kali khatam. Para salafush shalih umumnya mampu khatam sepekan sekali, bahkan tiga hari sekali.
  5. Sudahkah kebiasaan membaca Al Qur`an telah menambah bobot iman dan Islam kita? Sehingga tingkat loyalitas kita terhadap Allah ﷻ,  Rasul-Nya dan Al Qur`an semakin meningkat sehingga menghasilkan energi yang membuat kita selalu siap berbuat apa saja untuk Islam ini ?
  6. Adakah keinginan untuk melakukan kegiatan menghafal Al Qur`an ? 30 juz, 15 juz, 10 juz, 3 juz, atau sekedar 1 juz saja ? Menghafal adalah upaya untuk menambah kedekatan dengan Al Qur`an. Karena antara tilawah dan menghafal adalah dua hal yang berbeda. Dengan menghafal, jiwa dan otak kita akan terus menyerap lantunan ayat-ayat Al Qur`an yang diulang-ulang begitu banyak oleh lidah kita.
  7. Apakah kita merasa sedih dan penasaran jika ada ayat-ayat yang belum dipahami ?
  8. Siapkah diri kita menjadi manusia yang Qur’ani seperti yang diungkapkan Aisyah -radhiyallahu 'anha-  atas Rasulullah ﷺ bahwa tabi’at dan akhlak beliau adalah Al Qur`an ?
  9. Ada iming-iming surga dan keselamatan dari neraka di akhirat kelak dimana untuk mendapatkannya dibutuhkan pengorbanan jiwa dan harta untuk membela Islam (berjihad di jalan Allah). Lalu sudah siapkah diri kita untuk merintisnya?

(Taujih Guru Kami, KH. Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc -hafidzhullah-)

Senin, 09 Januari 2017

Asy-Syaikh Al-Muhaddits Al-Mujahid Abdul Fattah Abu Ghuddah Rohimahullohu Ta'ala (1917-1997)


Pada kesempatan perdana yang Allah berikan kepada saya untuk menulis melalui media ini, saya akan menuliskan sekelumit biografi salah seorang muhaddits sekaligus guru dakwah di zaman ini. Beliau juga adalah salah seorang dari barisan mujahidin, yang terbina dalam madrasah Imam Hasan al-Banna rahimahullah.

1. Nama, kelahiran, dan nasab 

Beliau bernama Abdul Fattah ibn Muhammad ibn Basyir ibn Hassan Abu Ghuddah. Nasab beliau sampai kepada salah seorang sahabat yang mulia, Saifulloh al Masluul, Khalid ibn al-walid Radhiyallahu 'anhu. Beliau dilahirkan di kota Halab (Aleppo), daerah selatan Syiria pada bulan Rajab tahun 1336 H bertepatan dengan tahun 1917 M.

2. Keluarga dan Masa Pertumbuhan

Beliau dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang Mutadayyinah. Ayahnya bukanlah seorang yang 'alim, akan tetapi adalah seorang yang amat mencintai Al Qur'an dan senantiasa membacanya siang dan malam. Selain itu juga amat mencintai ulama dan selalu menghadiri  majelis-majelis mereka. Ayah dan kakeknya  adalah seorang penjual pakaian dari kulit rusa yang diekspor ke daerah Turki. Dari mereka berdualah beliau banyak belajar tentang perdagangan serta makna-makna kehidupan di masa-masa awal pertumbuhannya.

3. Pendidikan dan Rihlah ilmiah

Pada usia 8 tahun beliau mulai memasuki Al-Madrasah al 'Arobiyah al-Islamiyah, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Al-Madrasah al-Khusrawiyah hingga berakhir pada tahun 1942. Keterlambatan ini disebabkan karena beliau banyak membantu orang tuanya dalam berdagang. Kemudian Beliau berguru kepada para ulama di Damaskus seperti Syaikh Mahmud al-Attar, Syaikh Ali at-Taqriti, Syaikh Ali ad-Daqqar dan para masyaikh lainnya.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas al-Azhar dalam rentang waktu 1944-1950, dan berguru kepada para tokoh ulama yang terkemuka saat itu. Seperti Syaikh Musthafa Sobri, Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari, Syaikh Abdul Halim Mahmud, Syaikh Khadr Husain, Syaikh al-Muhaddits Ahmad Syakir, Syaikh Abdul Majid Darraz, Syaikh Musthafa Az-Zarqa', Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahhab Kholaf. 

Di saat studinya di negeri kinanah inilah beliau bertemu dengan Imam Syahid Hasan al-Banna dan selalu hadir dalam majelis rutinnya setiap hari selasa malam. Beliau begitu terkesan dengan kelembutan dan metode dakwah yang disampaikan Asy-Syahid.

Kecintaannya kepada ilmu, khususnya ilmu hadits, membuat beliau terbang dan mengunjungi banyak negara untuk bertemu para ulama dan muhadditsnya. Beliau telah mengunjungi Baghdad, India, Pakistan, Maghrib, Sudan Yaman, Turki, Bukhara, Samarkand, Tashkent, Afghanistan, dan banyak negara islam lainnya. Bahkan dalam kunjungannya ke India beliau sempat bersua dengan para tokoh dan ulama dari jama'ah tabligh seperti Syaikh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Syaikh Muhammad Zakaria al-Kandahlawi. Beliau juga bertemu dengan Syaikh Abul Ali Hasan an-Nadwi dan al-Ustadz Abul A'la al-Maududi.

Perjalanan ilmiah ini menunjukkan kecintaan beliau yang luar biasa kapada ilmu dan ulama. sehingga salah seorang murd beliau Syaikh Muhammad Abdullah al-Rasyid menyusun sebuah kitab yang berjudul "Imdaad al-Fattaah bi Asaaniid wa Marwiyaat asy-Syaikh Abdul Fattah"  dimana disebutkan jumlah guru-guru beliau mencapai 138 orang dan sebagian besar memberikan ijazah kepada beliau.

4. Aktivitas Dakwah dan Khidmah Beliau Bagi Ummat

  • Sebagai Pendidik
Beliau menaruh perhatian yang amat besar kepada dunia pendidikan. Selepas Studinya di Al-Azhar, maka pada tahun 1951 ketanah airnya, Syiria, dan beliau banyak menyampaikan ceramah, khutbah, dan mengajar di berbagai madrasah dan lembaga pendidikan. Beliau turut menyusun kurikulum dan buku-buku silabus yang digunakan dalam tingkat menengah, dan madrasah yang khusus menyiapkan calon Imam dan Khatib  bersama Syaikh Ahmad 'Izzudin Al Bayanuni. Dan beliau mengajar di Halab selama 11 Tahun Lamanya.

Kemudian pada tahun 1962, beliau diminta mengajar di Fakultas Syari'ah Universitas Damaskus untuk mata kuliah Fiqh Perbandingan, dan Ushul Fiqh. Beliau juga diminta untuk melanjutkan proyek penyusunan Ensiklopedi "Mu'jam Fiqh al-Muhalla"   karya Imam Ibnu Hazm. Dan kemudian dicetak dalam 2 Jilid besar oleh pihak Universitas.

Pada tahun 1965, beliau diminta mengajar di Fakultas Syari'ah Universitas Imam Muhammad Ibnu Su'ud, Riyadh Saudi Arabia. Selain itu beliau juga mengajar di Ma'had 'Ali Lil Qadha'. Tak lama kemudian beliau dipercaya untuk mengajar di tingkat Pasca Sarjana pada Fakultas Ushuluddin terkait dengan Ilmu Hadits di universitas yang sama. Pengabdiannya di Saudi Arabia inil merupakan pengabdiannya yang paling lama, dimana beliau berkhidmah selama kurang lebih 23 tahun.

Sehingga total pengabdian beliau di bidang pendidikan menghabiskan waktu selama kurang lebih 40 tahun. Wajarlah bila beliaupun telah menghimpun salah satu karyanya selama 20 tahun. Yaitu karyanya yang berjudul "Shafahaat min Shobril 'Ulamaa` . Itu semua karena telaah beliau yang begitu teliti, cermat, dan mendalam. Diantara perkataan beliau : "engkau tidak akan maksimal mengambil faidah dari sebuah kitab, kecuali engkau telah membaca seluruh kandungannya"
  • Sebagai Da'i
Pertemuannya dengan Imam Hasan al-Banna telah mempengaruhi jiwa dan hamasahnya untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Beliau pulang ke Syiria dengan membawa amanah dakwah di pundaknya, melanjutkan para pendahulunya seperti Syaikh Sa'id Hawa dan Syaikh Dr. Mushtafa Husni As-Siba'i.

Beliau memberikan khutbah jum'at setiap pekan di Masjid Jami' al-Hamawi dan juga Masjid al-Khusruwiyyah. Selepas shalat Jum'at, beliau menyampaikan menyampaikan kajian dalam majelis ilmu yang dihadiri oleh masyarakat dan para ulama. Selain itu juga beliau menyampaikan kuliah agama di masjid-masjid sekitar kota Halab dalam bidang fiqh, hadits, tafsir, siroh dan akhlak.

Selama beliau mengajar di Saudi Arabia, beliau banyak mengisi berbagai seminar dan muktamar ilmiah di berbagai negara di Eropa, Amerika, dan lainnya. Beliau juga termasuk utusan Syiria sekaligus dewan pendiri Robithoh 'Alam Islamy menggantikan Syaikh Hasan Habannakah al-Maydani yang telah wafat.

  • Sebagai Anggota Parlemen Syiria
Karena kedekatan dan hubungannya yang baik dengan masyarakat, maka beliau terpilih menjadi anggota parlemen Syiria mewakili Ikhwanul Muslimin syiria. Beliau telah menunaikan amanah ini degan sebaik-baiknya dan senantiasa menyuarakan kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslimin dengan lantang, meskipun banyak pihak yang tidak senang.
Revolusi yang dilakukan oleh pihak militer Syiria dibawah pimpinan Hafizh al-Asad telah membubarkan parlemen Syiria. Sehingga Syaikh Abdul Fattah pun meninggalkan arena politik, dan hijrah menuju Saudi Arabia dalam rangka memenuhi undangan Syaikh Muhammad ibn Ibrahim Alu Syaikh Mufti Saudi sebelum Syaikh Abdullah bin Baz pada tahun 1965.

Pada musim panas 1966, ketika beliau berziarah ke syiria, tiba-tiba beliau ditangkap oleh bersama para tokoh Ikhwan lainnya selama kurun waktu sebelas bulan, di penjara perang Tadmur. Tetapi beliau tetap menunjukkan keteguhan dan ketabahan yang luar biasa, sebagaimana telah terjadi ujian yang semacam ini pada ulama Salaf ash-sholih.
Beliau sempat menjabat sebagai Muraqib 'Am bagi Jamaah Ikhwanul Muslimin Syiria selama 2 perode. Yaitu pada tahun 1972-1976 dan 1986-1990.

5. Akhir Hayatnya

Setelah melalui perjalanan hidup yang panjang, yang diwarnai dengan berbagai kebaikan yang luar biasa, maka jiwa yang telah merindukan sejak lama perjumpaan dengan Robb-Nya ini pun  meninggalkan jasadnya yang mulia. Yaitu pada saat Fajar hari ahad, 9 syawal 1417 H bertepatan dengan 16 Februari 1997. Beliau di shalatkan di Masjid ar-Rajihi, Riyadh. Kemudian jenazahnya disholatkan kembali di masjid Nabawi selepas sholat isya. Dan kemudian dikebumikan di Baqi, Madinah, sesuai dengan wasiatnya kepada orang-orang terdekatnya.

Semoga Allah mengampuni beliau, meninggikan derajatnya disisi-Nya bersama para pendahulunya  bersama para Nabi, shiddiqiin, Syuhada, dan sholihiin. Dan semoga kita dihimpun bersama mereka kelak.

Aamiin... Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin.